EKSTRA

Kamis, 16 Agustus 2012

TELAAH KRITIS UU NO. 20 TAHUN 2003 TENTANG PENDANAAN


TELAAH KRITIS
UU NO. 20 TAHUN 2003
TENTANG PENDANAAN


Disusun guna memenuhi Ujian Tengah Semester
 mata kuliah Kebijakan Pendidikan (MPB 112)

Yang   diampu   oleh  :
Dr. Sudharto, MA
Dr. Maryadi, M. Pd





                      Disusun Oleh :

Nama                :   MUDHOFAR
NIM                  :   11510017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PPS IKIP PGRI SEMARANG
2012




  1. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Seiring meningkatnya beban subsidi BBM yang harus dibayar pemerintah karena semakin meningkatnya harga minyak dunia, pada bulan Maret dan Oktober 2005 Pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM secara drastis. Hal ini berdampak pada sektor kesehatan yang ditandai dengan semakin rendahnya daya tawar masyarakat untuk melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya, serta berdampak pada sektor pendidikan yang ditandai antara lain dengan banyaknya siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah serta ketidakmampuan siswa membeli alat tulis dan buku pelajaran dalam rangka mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Guna memperkecil dampak kenaikan harga BBM di sektor pendidikan, Masyarakat yang langsung merasakan dampak kenaikan harga BBM berupa melambungnya berbagai kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai (SLT).
Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.
Dari masalah tersebut maka penulis mengangkat topik mengenai Pendanaan Pendidikan yang ada di Indonesia.
  1. KONDISI YANG DIINGINKAN
Semua pihak harus melakukan pemantauan terhadap penggunaan dana BOS tersebut. Penggunaannya harus trasparan sehingga masyarakat bisa mengetahui aliran dana tersebut, apakah ada penyimpangan atau tidaknya.
Untuk itu sekolah  meminta agar dana BOS yang disalurkan ke sekolah-sekolah harus tepat sasaran. Sebagai penerima langsung dana BOS, kepala sekolah dapat menggunakan dana tersebut tepat pada sasaranya dan sesuai target yang diinginkan. Sehingga dana tersebut dapat dioptimalisasikan penyalurannya. Karena kepala sekolah memiliki peranan penting, agar dana BOS dapat mencapai target dan tepat pada sasaran untuk pendidikan.
Pada penyaluran dana BOS di beberapa sekolah sejauh ini, sering ditemukan penggunaan dana BOS yang dinilai kurang efektif. Karena masih banyak kepala sekolah yang tidak mengetahui bagaimana penyaluran dana tersebut secara efektif. 
  1. KONDISI YANG ADA
Dana BOS ditransfer langsung dari bendahara negara ke rekening sekolah, maka sekarang mekanismenya diubah menjadi ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah. Mekanisme baru itu bukan tanpa cela, karena bisa saja dana BOS akan terlambat dalam penggunaannya meski Kemendiknas berdalih mekanisme tersebut lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Masalah yang bisa muncul adalah keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah. Cela lainnya dari mekanisme baru itu adalah potensi dana BOS dipotong atau modus penyelewenangan baru yang bisa muncul.
Risiko keterlambatan transfer dana BOS menyebabkan kepala sekolah mencari sumber pembiayaan sementara pada rentenir yang berbunga tinggi. Jerat rentenir bisa membuat kepala sekolah melakukan memanipulasi surat pertanggungjawaban (seperti kuitansi kosong dan stempel toko yang mudah didapat) kepada tim manajemen BOS daerah yang wajib disampaikan setiap triwulan. Modus seperti ini memungkinkan dilakukan karena bukti pembayaran dapat disesuaikan dengan panduan dana BOS sehingga kelihatan tidak melanggar prosedur.
Modus penggunaan kuitansi kosong pernah ditemukan BPK Perwakilan Jakarta yang mengaudit pengelolaan dana BOS. Beberapa sekolah terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ. Misalnya SDN 012 RSBI Rawamangun, ditemukan kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata terbukti menggunakan meterai yang belum berlaku. Total penyelewenangan dana BOS yang ditemukan BPK Perwakilan Jakarta pada tujuh sekolah di DKI Jakarta tahun 2007-2009 sebesar Rp 5,7 miliar.
Menurut peneliti ICW, Febri Diansyah, secara nasional dengan sampel sekolah 3.237 buah pada 33 provinsi ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta dan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah yang diaudit. Data kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia periode 2004-2009 berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Dari berbagai kasus penyimpangan dana BOS itu, sebanyak 33 saksi terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka.
  1. PEMBAHASAN
Pada tahun 2007, BPK RI telah menemukan adanya penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada 2.054 sekolah dari 3.237 sampel sekolah yang diperiksa. Nilai penyimpangannya kurang lebih Rp 28,1 miliar. Bila dirata-ratakan, enam dari sepuluh sekolah melakukan penyimpangan pengelolaan dana BOS pada tahun 2007 dengan rerata penyimpangan tercatat sebesar Rp 13,6 juta. Faktor penyebab penyimpangan dana BOS di tingkat sekolah, salah satu adalah rendahnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi warga atas pengelolaannya. Demikian beberapa poin Koalisi Anti Korupsi Pendidikan menyikapi kurangnya transparansi dana BOS.
Pada tahun 2009, masing-masing siswa SD mendapatkan Rp 397 ribu per siswa selama setahun sedangkan siswa SMP Rp 570 ribu per siswa setahun. Peruntukan dana BOS diserahkan dalam bentuk pembiayaan semua item kegiatan yang masuk dalam pembiayaan dana BOS, bukan diserahkan langsung berbentuk uang kepada siswa. Pencairannya dilakukan per triwulan dalam masa satu tahun berdasarkan data jumlah siswa.
Pada tingkat sekolah, pengelolaan dana BOS tidak mengikuti panduan pengelolaan dana BOS sebagaimana yang telah dibuat oleh Kemdiknas serta dikelola dengan manajemen tertutup. Salah satu ketentuan Kemendiknas yang jarang dilakukan pihak sekolah adalah penyusunan APBS kurang melibatkan partisipasi orang tua murid dan kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) pada papan pengumuman sekolah.
Dalam prakteknya, partisipasi orangtua murid dalam pengawasan dana BOS karena konsekuensi dapat berimbas pada keberlanjutan riwayat pendidikan murid. Bisa saja murid terancam dikeluarkan dari sekolah atau sanksi terselubung lainnya dari pihak sekolah akibat tindakan orangtua murid yang kritis terhadap tuntutan transparansi pengelolaan dana BOS di sekolah. Bahkan guru-guru pun yang bersikap kritis terhadap ketertutupan pengelolaan dana BOS dapat terancam kenaikan pangkatnya.
Pada dasarnya, dokumen APBS merupakan dokumen public yang harus diketahui stakeholder pendidikan pada setiap sekolah, terutama orangtua murid. Apalagi Komisi Informasi Pusat sudah memutuskan bahwa dokumen SPJ (Surat Pertanggungjawaban) dana BOS adalah dokumen terbuka. Artinya, apabila ada kebutuhan informasi atau kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS, publik bisa mengajukan permintaan untuk mengakses dokumen tersebut, sementara pihak sekolah berkewajiban membuka dokumen tersebut. Apabila pihak sekolah mengabaikannya, maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Keputusan Komisi Informasi tentang dokumen BOS merupakan faktor pendorong menuju transparansi pengelolaan dana BOS. Implikasinya, dapat pula mendorong partisipasi orang tua murid lebih besar guna mengawasi pengelolaan dana BOS. Putusan KIP dapat menjadi landasan hukum bagi orang tua murid untuk menelusuri apabila ada kejanggalan dalam pengelolaan seluruh dana BOS yang merupakan dana publik di sekolah. Dilain pihak, dengan adanya putusan KIP, Kemdiknas diharapkan dapat terus memperbaiki kebijakan dan mekanisme pengelolaan dana BOS terutama terkait dalam aspek transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi warga dan orang tua murid dalam pengelolaan dana BOS.
Pasca putusan KIP tentang dokumen BOS, Kemendiknas berkewajiban melakukan revisi Permendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Selama ini, kewenangan komite sekolah hanya pada penandatanganan laporan keuangan sekolah sebagai syarat dalam pencairan dana BOS setiap triwulan. Point penting dalam revisi itu adalah pemberian akses publik dan orang tua murid pada seluruh dokumen sekolah, terutama terkait dengan pengelolaan dana BOS. Komite Sekolah harus diberi kewenangan dan pengaruh dalam penetapan kebijakan strategis sekolah. Kemdiknas juga harus memasukkan putusan KIP terutama pada BAB VIII tentang Pengawasan, Pemeriksaan, dan Sanksi terutama pada Bagian A poin 5 tentang Pengawasan Masyarakat.
Putusan KIP dapat menjadi solusi kebijakan terhadap tuntutan transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan dana BOS. Putusan KIP dapat mengatasi kendala transparansi dana BOS yang selama ini secara mutlak dalam kendali kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan setempat. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada terbukanya partisipasi orangtua murid pada keterlibatan pengambilan keputusan strategis pada tingkat sekolah, bukan sebatas urusan pembayaran uang sekolah.




  1. PENUTUP
1.      Kesimpulan
a.       Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilaksanakan di sekolah dasar menunjukkan kondisi sangat baik dilihat dari indikator-indikator, mekanisme penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mekanisme pengambilan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan mekanisme penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta pertanggung jawaban. Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan sekolah telah dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian manajemen keuangan sekolah yang merupakan rangkaian aktifitas mengatur keuangan sekolah mlai dari perencanaan, pembukuan, pembelajaan, pengawasan dan pertanggungjawaba keuangan sekolah telah dikelola dengan sangat baik.
b.      Prestasi belajar di sekolah dasar menunjukkan kondisi baik dilihat dari indicator prestasi akademik dan non akademik yang menunjukkan kondisi baik.
c.       Besarnya pengaruh pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap prestasi belajar siswa pada sekolah dasar  ditunjukkan dengan adanya pengaruh pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang terdiri dari indicator mekanisme penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mekanisme pengambilan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan mekanisme penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta pertanggung jawaban memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa yang meliputi indicator prestasi akademik, dan prestasi non akademik.
d.      Dengan adanya keterlambatan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBD ke sekolah-sekolah yang terjadi pada saat ini, maka diharapkan untuk tahun yang akan datang untuk bias direalisasikan sesuai dengan waktunya agar sekolah-sekolah tidak mengalami keterlambatan dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

2.      Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang penulis berikan berkaitan dengan  pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap prestasi belajar siswa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
a.      Indikator pertanggung jawaban sekolah memiliki skor rata-rata terendah di bandingkan dengan skor rata-rata indicator lainnya yang dijadikan ukuran dalam variable pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan hal tersebut saran yang dapat dikemukakan adalah : hendaknya pertanggung jawaban sekolah terhadap pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat ditingkatkan lagi, terutama dari segi keterbukaan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan orang tua siswa, serta sekolah harus mampu memfasilitasi setiap saran dan kritik yang muncul dari orang tua siswa. Dengan lebih focus pada point tersebut diharapkan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat berjalan lebih efektif lagi.
b.      Indokator prestasi akademik memiliki skor rata-rata terendah dibandingkan dengan skor rata-rata indikator lainnya yang dijadikan ukuran dalam variable prestasi belajar.

Berdasarkan hal  tersebut maka saran yang dapat dikemukakan adalah : diharapkan guru lebih kreatif lagi dalam  membuat media pembelajaran, sehingga siswa lebih tertarik lebih focus dan tidak cepat jenuh, selain itu dengan penggunaan media, materi akan lebih mudah dipahami siswa. Kemudian, semua pihak sekolah harus saling bekerjasama dalam menciptakan suasana lingkungan belajar yang kondusif (tersedianya fasilitas pembelajaran yang lengkap, kualitas guru yang baik, lingkungan belajar yang nyaman). Sehinggan dengan keberadaan semua factor tersebut diharapkan siswa dapat lebih focus dalam belajar serta termotofasi untuk berprestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar