OLEH MUDHOFAR, S. Pd
A.
Hal-hal yang Melandasi Perilaku Individu di
Lingkungan Kerja
Kecerdasan
adalah salah satu karakteristik yang dibawa individu ketika mereka bergabung
dalam suatu organisasi. Dalam beberapa hal setiap individu tentu saja memiliki
banyak perbedaan selain fisik, penampilan dan perilaku di tempat kerja ternyata
berpengaruh. Perbedaan-perbedaan mendasar perilaku individu yang mempengaruhi
kinerja dalam suatu organisasi tersebut diantaranya.
1.
Kemampuan
Di
dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan
berasal dari kata “mampu” yang berarti
kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat,
berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).
Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam
melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu
apabila ia bisa melakukan sesuatu yang
harus ia lakukan.
Menurut
Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan,
bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya
kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan . Sedangkan menurut
Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan
bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau
praktek.
Ada
pula pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat
menghubungkan kemampuan dengan kata kecakapan. Setiap
individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda
dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini
mempengaruhi potensi yang ada dalam diri
individu tersebut. Proses pembelajaran
mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang
dimiliki.
Kemampuan
(ability) berarti kapasitas seorang
individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah
sebuah penilaian terkini atas apa yang dilakukan seseorang. Kemampuan
keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor,
yaitu intelektual dan fisik.
a.
Kemampuan Intelektual
Kemampuan
intelektual (Intellectual ability)
merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas
mental-berpikir, menalar, dan memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besar
masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi.
Individu yang cerdas juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.
Tujuh
dimensi yang paling sering disebutkan yang membentuk kemampuan intelektual
adalah:
1)
Kecerdasan angka
Kemampuan
melakukan aritmatika dengan cepat dan akurat.
2)
Pemahaman verbal
Kemampuan
memahami apa yang dibaca atau didengar dan hubungan antara kata-kata.
3)
Kecepatan persepsi
Kemampuan
mengidentifikasi kemiripan dan perbedaan visual secara cepat dan akurat.
4)
Penalaran induktif
Kemampuan
mengidentifikasi urutan logis dalam sebuah masalah dan kemudian memecahkan
masalah tersebut.
5)
Penalaran deduktif
Kemampuan
menggunakan logika dan menilai implikasi dari sebuah argumen.
6)
Visualisasi spasial
Kemampuan
membayangkan bagaimana sebuah obyek akan terlihat bila posisinya dalam ruang
diubah.
7)
Daya ingat
Kemampuan
menyimpan dan mengingat pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan
Fisik
Kemampuan
fisik adalah
kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan,
dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang
dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan
dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu
memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.
Kemampuan
fisik (physical abilities) tertentu
bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan
keterampilan dan lebih terstandar.
c.
Kesesuaian Kemampuan-Pekerjaan
Kemampuan
intelektual atau fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut.
Ketika kemampuan-pekerjaan tidak sesuai karena karyawan memiliki keterampilan
yang jauh melebihi persyaratan pekerjaan tersebut kinerjanya kemungkinan akan
memadai, tetapi akan terdapat ketidakefisienan dan penurunan tingkat kepuasan
karyawan.
2.
Karakteristik-karakteristik Biografis
Karakteristik
biografis adalah karakteristik perseorangan -seperti usia, gender, ras, dan masa jabatan
yang diperoleh secara mudah dan objektif dari arsip pribadi seseorang.
a. Usia
Hubungan
antara usia dan
kinerja pekerjaan kemungkinan akan menjadi masalah yang lebih penting selama
dekade mendatang karena terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja pekerjaan
menurun seiring bertambahnya usia, kenyataan bahwa angkatan kerja menua, dan
perundang-undangan. Sebagai contoh seorang guru sesuai dengan undang-undang
akan mengalami pensiun pada usia enam puluh tahun, dikarenakan produktivitas
bekerja pada saat usia tersebut akan menurun.
b. Gender
Bukti
menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk memulai adalah dengan pengakuan bahwa
hanya terdapat sedikit, jika ada, perbedaan penting antara pria dan wanita yang
memengaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak terdapat perbedaan yang konsisten
antara pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.
c. Ras
Dalam
situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih
menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kerja, keputusan
promosi, dan kenaikan gaji. Selain itu, terdapat sikap-sikap yang berbeda
secara substansial terhadap sikap afirmatif, dengan orang-orang Amerika-Afrika
mendapatkan program seperti ini dalam tingkat yang lebih besar dibandingkan
dengan orang kulit putih. Hal lain yang dapat dipelajari adalah orang-orang
Amerika-Afrika biasanya mengalami perlakuan lebih buruk dibandingkan
orang-orang kulit putih dalam keputusan-keputusan pekerjaan.
d. Masa Jabatan
Tinjauan
ekstensif mengenai hubungan senioritas-produktivitas telah dilakukan. Jika
mendefinisikan senioritas sebagai waktu pada suatu pekerjaan, maka dapat
dikatakan bahwa bukti terbaru menunjukkan adanya hubungan positif antara
senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa jabatan, bila dinyatakan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi sebuah dasar perkiraan yang baik atas
produktivitas karyawan.
B.
Pengertian Persepsi
Persepsi (perception) adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan
mereka. Perilaku
individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan
pada kenyataan itu sendiri.
Menurut
Robbins, persepsi adalah “proses dimana seseorang mengorganisir dan
mengiterpretasikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberikan arti
bagi lingkungan mereka”. Persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito
(2001), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri individu
Persepsi
adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses
informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive
their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain
dikemukakan oleh Maramis (1998), persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas
atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati,
mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
Melihat
beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang
lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti
atau tanggapan yang berbeda-beda.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah
faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah persepsi.
Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi atau dalam diri
obyek. Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha
mengintepretasikan apa yang dia lihat, niterpretasi tersebut sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi yang meliputi sikap, kepribadian, motif, minat,
pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang.
Sedangkan
faktor pembentuk persepsi yang terletak dalam diri obyek biasanya dipengaruhi
oleh sesuatu yang baru, gerakan, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan
kemiripan. Persepsi juga dipengaruhi faktor-faktor situasional, diantaranya
waktu, keadaan kinerja dan keadaan sosial.
Wilson
(2000) mengemukakan ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi
persepsi diantaranya sebagai berikut :
1.
Faktor eksternal atau dari luar :
a.
Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit
dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif.
b.
Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di
persepsikan dibanding dengan hal-hal yang baru.
c.
Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk
menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang
lambat.
d.
Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti
bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.
2.
Faktor internal atau dari dalam :
a.
Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon
untuk istirahat.
b.
Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada
yang tidak menarik
c.
Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat
perhatian
d.
Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman
melihat, merasakan dan lain-lain.
Menurut Rahmat (2005) faktor-faktor
personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah:
- Pengalaman, Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
- Motivasi, Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai “dunia yang adil” artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil.
- Kepribadian, Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
Krech dan
Crutchfield (1977) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan
faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman
masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau
sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis
atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada
stimuli tersebut.
Sedangkan
faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang
ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf
individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun
stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan
interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan.
Teori
Atribusi, pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku,
mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal.
Misalnya saja persepsi guru terhadap siswanya akan dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab internal karena sebagai siswa tersebut mempunyai keyakinan,
maksud, dan motif-motif didalam dirinya. Namun persepsi guru terhadap benda mati
seperti gedung, api, air akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang
memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu
merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :
1.
Kekhususan :
apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi
yang berlainan.
2.
Konsensus :
yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara
yang sama.
3.
Konsistensi
: apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu
penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka
(bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi.
Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar
dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan kinerja
guru mata pelajaran akan dinilai suatu kemalasan bekerja dibanding penilaian
penurunan kinerja karena faktor lain.
Ada beberapa
teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih
akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat
ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena
tidak ‘foolproof’. Karena itu,
pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila
teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
1.
Persepsi
selektif
Orang-orang
secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman,
latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat
mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas
tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan
daripada orang yang menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan
pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan
tentu saja kita mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman,
kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi
dengan jalan pintas ini.
- Efek halo
Efek halo yaitu menarik eksan umum mengenai seorang
individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat
bersemangat, pintar, dan lain sebagainya. Orang yang menilai dapat mengisolasi
hanya karakteristik tunggal. Suau ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan
oarng dari individu yang sedang dinilai.
- Efek kontras
Efek kontras yaitu evaluasi atas
karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh
pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang
berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih
menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang
kurang bermutu.
- Proyeksi
Proyeksi yaitu menghubungkan karakteristik kita
sendiri ke orang lain. Misalnya saja seorang kepala sekolah yang bekerja dengan
cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
- Berstereotipe
Berstereotip yaitu menilai seseorang bedasarkan
persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa
orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara
sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan
memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa
stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
D.
Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagiah besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan
keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu
penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang
diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya,
seorang wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana menyampaikan pendapat
bahwa penerimaan siswa baru dibatasi dari 40 siswa menjadi 35 siswa untuk
memperbesar ruang gerak siswa dalam kelas, sedangkan wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan menyampaikan bahwa penerimaan siswa sejumlah 40 siswa per
kelas dapat menguntungkan sekolah.
Perlu
diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap
informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan
ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan.
Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan
mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
E.
Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan
harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas
tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional,
yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan
bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan
memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan
yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
- Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan. Contohnya dalam mengeluarkan kebijakan kepala sekolah tentang penerimaan siswa baru, kepala sekolah tersebut harus mempunyai data ataupun informasi berupa laporan prestasi akademik, fasilitas pendidikan, jumlah pengajar, sistem keuangan dan lain sebagainya serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional.
- Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat. Contohnya setelah memdapat hasil laporan dan mempublikasikannya kepala sekolah mengumpulkan alternatif pendapat dari pihak terkait seperti dewan guru, komite sekolah dan wakil kepala terstruktur.
- Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya. Misal kepala sekolah memberikan beberapa alternatif kebijakan sesuai urutan berdasarkan keuntungan dan besar kecil resiko.
- Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu. Contohnya dalam penerimaan siswa baru kepala sekolah membentuk struktur panitia berdasarkan kemampuan dari guru maupun karyawan sekolah sampai tujuan dari pembentukan panitia tersebut berhasil.
- Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alternatif. Misal kebijakan dari kepala sekolah tentang penerimaan siswa baru tersebut merupakan alternatif yang efisien dan efektif sesuai data atau informasi yang masuk.
- Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih. Misal dalam contoh di atas kepala sekolah mengambil satu kebijakan dengan resiko terkecil dan hasil yang efektif serta efisien, dengan mengeluarkan SK Nomor 420/ 326 Tahun 2010 Tentang Penyusunan Kurikulum KTSP di SMA Negeri 3 demak sebagai dasar penerimaan siswa baru.
F.
Permasalahan
Permasalahan
yang muncul dalam pengambilan keputusan adalah sering kali terjadi kesalahan
komunikasi pengumpulan data ataupun informasi karena informasi yang disampaikan
adalah file beberapa tahun lalu, sehingga kebijakan yang diambil terkadang
kurang rasional. Bahkan cenderung kebijakan tersebut kurang menguntungkan suatu
organisasi. Selain itu, pembagian tugas lebih cenderung mengutamakan masa
jabatan sehingga pengalaman karyawan berkembang lebih lama.
G.
Alternatif Pemecahan masalah
Sistem
pengumpulan data informasi harus dikelola lebih baik sehingga informasi yang
diperlukan untuk mengambil suatu keputusan benar-benar valid (sahih) setiap
laporan bisa dikumpulkan dalam beberapa folder sesuai tahun pembuatan.
Sedangkan untuk memecahkan masalah pembagian tugas, kepala sekolah bisa
menggunakan struktur organisasi yang sesuai misal model kombinasi atau
antarlini sehingga senior dapat membimbing karyawan baru. Selain itu kepala
sekolah hendaknya memperhatikan kemampuan individu baik kemampuan intelektual
maupun kemampuan fisik dan karakteristik-karakteristik biografis lainnya.
Daftar
Pustaka
Anonim.
2009. Persepsi. Internet Network. http://perawat pskiatri.blogspot .com/2009/04/persepsi.html.
Diunduh 9 Nopember 2011.
Dewina,
Yasinta . 2008. Persepsi
dan Pengambilan Keputusan Individual. Internet Network. http://yasinta.wordpress.com/2008/09/04/persepsi-dan-pengambilan-keputusan-individual/.
Diunduh 9 Nopember 2011.
Robbins,
Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku
Organisasi Buku Jilid 1, Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar