EKSTRA

Selasa, 14 Agustus 2012

PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI


OLEH MUDHOFAR, S. Pd
 
A.    Hal-hal yang Melandasi Perilaku Individu di Lingkungan Kerja
Kecerdasan adalah salah satu karakteristik yang dibawa individu ketika mereka bergabung dalam suatu organisasi. Dalam beberapa hal setiap individu tentu saja memiliki banyak perbedaan selain fisik, penampilan dan perilaku di tempat kerja ternyata berpengaruh. Perbedaan-perbedaan mendasar perilaku individu yang mempengaruhi kinerja dalam suatu organisasi tersebut diantaranya.

1.      Kemampuan
Di  dalam  kamus  bahasa  Indonesia,  kemampuan  berasal  dari kata  “mampu”  yang  berarti  kuasa  (bisa,  sanggup,  melakukan  sesuatu, dapat,  berada,  kaya,  mempunyai  harta  berlebihan).  Kemampuan adalah  suatu  kesanggupan  dalam  melakukan  sesuatu.  Seseorang dikatakan  mampu  apabila  ia  bisa  melakukan  sesuatu  yang  harus  ia lakukan.
Menurut  Chaplin ability (kemampuan, kecakapan,  ketangkasan,  bakat,  kesanggupan)  merupakan  tenaga  (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan .  Sedangkan  menurut  Robbins  kemampuan  bisa  merupakan  kesanggupan  bawaan  sejak  lahir, atau  merupakan hasil latihan atau praktek.
Ada  pula  pendapat  lain  menurut  Akhmat  Sudrajat menghubungkan kemampuan dengan  kata  kecakapan.  Setiap individu  memiliki  kecakapan  yang  berbeda-beda  dalam  melakukan suatu  tindakan.  Kecakapan  ini  mempengaruhi  potensi  yang  ada  dalam  diri  individu  tersebut.  Proses  pembelajaran  mengharuskan siswa  mengoptimalkan  segala  kecakapan  yang  dimiliki.
Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dilakukan seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu intelektual dan fisik.

a.      Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual (Intellectual ability) merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental-berpikir, menalar, dan memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu yang cerdas juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.
Tujuh dimensi yang paling sering disebutkan yang membentuk kemampuan intelektual adalah:
1)      Kecerdasan angka
Kemampuan melakukan aritmatika dengan cepat dan akurat.
2)      Pemahaman verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar dan hubungan antara kata-kata.
3)      Kecepatan persepsi
Kemampuan mengidentifikasi kemiripan dan perbedaan visual secara cepat dan akurat.
4)      Penalaran induktif
Kemampuan mengidentifikasi urutan logis dalam sebuah masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut.
5)      Penalaran deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari sebuah argumen.
6)      Visualisasi spasial
Kemampuan membayangkan bagaimana sebuah obyek akan terlihat bila posisinya dalam ruang diubah.
7)      Daya ingat
Kemampuan menyimpan dan mengingat pengalaman masa lalu.



b.      Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.
Kemampuan fisik (physical abilities) tertentu bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar.

c.       Kesesuaian Kemampuan-Pekerjaan
Kemampuan intelektual atau fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut. Ketika kemampuan-pekerjaan tidak sesuai karena karyawan memiliki keterampilan yang jauh melebihi persyaratan pekerjaan tersebut kinerjanya kemungkinan akan memadai, tetapi akan terdapat ketidakefisienan dan penurunan tingkat kepuasan karyawan.

2.      Karakteristik-karakteristik Biografis
Karakteristik biografis adalah karakteristik perseorangan -seperti usia, gender, ras, dan masa jabatan yang diperoleh secara mudah dan objektif dari arsip pribadi seseorang.

a.      Usia
Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan akan menjadi masalah yang lebih penting selama dekade mendatang karena terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja pekerjaan menurun seiring bertambahnya usia, kenyataan bahwa angkatan kerja menua, dan perundang-undangan. Sebagai contoh seorang guru sesuai dengan undang-undang akan mengalami pensiun pada usia enam puluh tahun, dikarenakan produktivitas bekerja pada saat usia tersebut akan menurun.

b.      Gender
Bukti menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk memulai adalah dengan pengakuan bahwa hanya terdapat sedikit, jika ada, perbedaan penting antara pria dan wanita yang memengaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak terdapat perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.

c.       Ras
Dalam situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kerja, keputusan promosi, dan kenaikan gaji. Selain itu, terdapat sikap-sikap yang berbeda secara substansial terhadap sikap afirmatif, dengan orang-orang Amerika-Afrika mendapatkan program seperti ini dalam tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Hal lain yang dapat dipelajari adalah orang-orang Amerika-Afrika biasanya mengalami perlakuan lebih buruk dibandingkan orang-orang kulit putih dalam keputusan-keputusan pekerjaan.

d.      Masa Jabatan
Tinjauan ekstensif mengenai hubungan senioritas-produktivitas telah dilakukan. Jika mendefinisikan senioritas sebagai waktu pada suatu pekerjaan, maka dapat dikatakan bahwa bukti terbaru menunjukkan adanya hubungan positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa jabatan, bila dinyatakan sebagai pengalaman kerja, tampaknya menjadi sebuah dasar perkiraan yang baik atas produktivitas karyawan.

B.     Pengertian Persepsi
Persepsi (perception) adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri.
Menurut Robbins, persepsi adalah “proses dimana seseorang mengorganisir dan mengiterpretasikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberikan arti bagi lingkungan mereka”. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito (2001), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu
Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (1998), persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda.

C.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi atau dalam diri obyek. Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha mengintepretasikan apa yang dia lihat, niterpretasi tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang.
Sedangkan faktor pembentuk persepsi yang terletak dalam diri obyek biasanya dipengaruhi oleh sesuatu yang baru, gerakan, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kemiripan. Persepsi juga dipengaruhi faktor-faktor situasional, diantaranya waktu, keadaan kinerja dan keadaan sosial.
Wilson (2000) mengemukakan ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi diantaranya sebagai berikut :
1.      Faktor eksternal atau dari luar :
a.       Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif.
b.      Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di persepsikan dibanding dengan hal-hal yang baru.
c.       Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang lambat.
d.      Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.
2.      Faktor internal atau dari dalam :
a.       Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon untuk istirahat.
b.      Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada yang tidak menarik
c.       Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian
d.      Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.
Menurut Rahmat (2005) faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah:
  1. Pengalaman, Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
  2. Motivasi, Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai “dunia yang adil” artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil.
  3. Kepribadian, Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
Krech dan Crutchfield (1977) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.
Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan.
Teori Atribusi, pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi guru terhadap siswanya akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai siswa tersebut mempunyai keyakinan, maksud, dan motif-motif didalam dirinya. Namun persepsi guru terhadap benda mati seperti gedung, api, air akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :
1.      Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
2.      Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
3.      Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan kinerja guru mata pelajaran akan dinilai suatu kemalasan bekerja dibanding penilaian penurunan kinerja karena faktor lain.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
1.      Persepsi selektif
Orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.


  1. Efek halo
Efek halo yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dan lain sebagainya. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suau ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
  1. Efek kontras
Efek kontras yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang kurang bermutu.
  1. Proyeksi
Proyeksi yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja seorang kepala sekolah yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
  1. Berstereotipe
Berstereotip yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.

D.    Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagiah besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana menyampaikan pendapat bahwa penerimaan siswa baru dibatasi dari 40 siswa menjadi 35 siswa untuk memperbesar ruang gerak siswa dalam kelas, sedangkan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan menyampaikan bahwa penerimaan siswa sejumlah 40 siswa per kelas dapat menguntungkan sekolah.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.

E.     Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
  1. Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan. Contohnya dalam mengeluarkan kebijakan kepala sekolah tentang penerimaan siswa baru, kepala sekolah tersebut harus mempunyai data ataupun informasi berupa laporan prestasi akademik, fasilitas pendidikan, jumlah pengajar, sistem keuangan dan lain sebagainya serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional.
  2. Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat. Contohnya setelah memdapat hasil laporan dan mempublikasikannya kepala sekolah mengumpulkan alternatif pendapat dari pihak terkait seperti dewan guru, komite sekolah dan wakil kepala terstruktur.
  3. Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya. Misal kepala sekolah memberikan beberapa alternatif kebijakan sesuai urutan berdasarkan keuntungan dan besar kecil resiko.
  4. Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu. Contohnya dalam penerimaan siswa baru kepala sekolah membentuk struktur panitia berdasarkan kemampuan dari guru maupun karyawan sekolah sampai tujuan dari pembentukan panitia tersebut berhasil.
  5. Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alternatif. Misal kebijakan dari kepala sekolah tentang penerimaan siswa baru tersebut merupakan alternatif yang efisien dan efektif sesuai data atau informasi yang masuk.
  6. Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih. Misal dalam contoh di atas kepala sekolah mengambil satu kebijakan dengan resiko terkecil dan hasil yang efektif serta efisien, dengan mengeluarkan SK Nomor 420/ 326 Tahun 2010 Tentang Penyusunan Kurikulum KTSP di SMA Negeri 3 demak sebagai dasar penerimaan siswa baru.

F.     Permasalahan
Permasalahan yang muncul dalam pengambilan keputusan adalah sering kali terjadi kesalahan komunikasi pengumpulan data ataupun informasi karena informasi yang disampaikan adalah file beberapa tahun lalu, sehingga kebijakan yang diambil terkadang kurang rasional. Bahkan cenderung kebijakan tersebut kurang menguntungkan suatu organisasi. Selain itu, pembagian tugas lebih cenderung mengutamakan masa jabatan sehingga pengalaman karyawan berkembang lebih lama.

G.    Alternatif Pemecahan masalah
Sistem pengumpulan data informasi harus dikelola lebih baik sehingga informasi yang diperlukan untuk mengambil suatu keputusan benar-benar valid (sahih) setiap laporan bisa dikumpulkan dalam beberapa folder sesuai tahun pembuatan. Sedangkan untuk memecahkan masalah pembagian tugas, kepala sekolah bisa menggunakan struktur organisasi yang sesuai misal model kombinasi atau antarlini sehingga senior dapat membimbing karyawan baru. Selain itu kepala sekolah hendaknya memperhatikan kemampuan individu baik kemampuan intelektual maupun kemampuan fisik dan karakteristik-karakteristik biografis lainnya.


















Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Persepsi. Internet Network. http://perawat pskiatri.blogspot .com/2009/04/persepsi.html. Diunduh 9 Nopember 2011.
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku Jilid 1, Jakarta: Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar