TELAAH
KRITIS
UU
NO. 20 TAHUN 2003
TENTANG
PENDANAAN
Disusun guna memenuhi Ujian Tengah Semester
mata kuliah
Kebijakan Pendidikan (MPB 112)
Yang diampu
oleh :
Dr. Sudharto, MA
Dr. Maryadi, M. Pd
Disusun
Oleh :
Nama : MUDHOFAR
NIM :
11510017
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PPS
IKIP PGRI SEMARANG
2012
- LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan
kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat
ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh
pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya
pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal
tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh
peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan
pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan dikhawatirkan
akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat
menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun,
karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Seiring meningkatnya beban subsidi BBM yang harus dibayar
pemerintah karena semakin meningkatnya harga minyak dunia, pada bulan Maret dan
Oktober 2005 Pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM secara drastis. Hal
ini berdampak pada sektor kesehatan yang ditandai dengan semakin rendahnya daya
tawar masyarakat untuk melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya,
serta berdampak pada sektor pendidikan yang ditandai antara lain dengan
banyaknya siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan
sekolah serta ketidakmampuan siswa membeli alat tulis dan buku pelajaran dalam
rangka mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Guna memperkecil dampak
kenaikan harga BBM di sektor pendidikan, Masyarakat yang langsung merasakan
dampak kenaikan harga BBM berupa melambungnya berbagai kebutuhan pokok,
kesehatan, dan pendidikan adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut
Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program besar,
yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi
langsung tunai (SLT).
Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah
dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan
meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada
sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya
pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada
sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah
pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.
Dari masalah tersebut maka penulis mengangkat topik mengenai
Pendanaan Pendidikan yang ada di Indonesia.
- KONDISI YANG DIINGINKAN
Semua pihak harus melakukan pemantauan terhadap penggunaan dana
BOS tersebut. Penggunaannya harus trasparan sehingga masyarakat bisa mengetahui
aliran dana tersebut, apakah ada penyimpangan atau tidaknya.
Untuk itu sekolah meminta agar dana BOS yang disalurkan ke
sekolah-sekolah harus tepat sasaran. Sebagai penerima langsung dana BOS, kepala
sekolah dapat menggunakan dana tersebut tepat pada sasaranya dan sesuai target
yang diinginkan. Sehingga dana tersebut dapat dioptimalisasikan penyalurannya.
Karena kepala sekolah memiliki peranan penting, agar dana BOS dapat mencapai
target dan tepat pada sasaran untuk pendidikan.
Pada penyaluran dana BOS
di beberapa sekolah sejauh ini, sering ditemukan penggunaan dana BOS yang
dinilai kurang efektif. Karena masih banyak kepala sekolah yang tidak
mengetahui bagaimana penyaluran dana tersebut secara efektif.
- KONDISI YANG ADA
Dana
BOS ditransfer langsung dari bendahara negara ke rekening sekolah, maka
sekarang mekanismenya diubah menjadi ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke
rekening sekolah. Mekanisme baru itu bukan tanpa cela, karena bisa saja dana
BOS akan terlambat dalam penggunaannya meski Kemendiknas berdalih mekanisme
tersebut lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Masalah
yang bisa muncul adalah keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan
lamanya keluar surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah. Cela
lainnya dari mekanisme baru itu adalah potensi dana BOS dipotong atau modus
penyelewenangan baru yang bisa muncul.
Risiko
keterlambatan transfer dana BOS menyebabkan kepala sekolah mencari sumber
pembiayaan sementara pada rentenir yang berbunga tinggi. Jerat rentenir bisa
membuat kepala sekolah melakukan memanipulasi surat pertanggungjawaban (seperti
kuitansi kosong dan stempel toko yang mudah didapat) kepada tim manajemen BOS
daerah yang wajib disampaikan setiap triwulan. Modus seperti ini memungkinkan
dilakukan karena bukti pembayaran dapat disesuaikan dengan panduan dana BOS
sehingga kelihatan tidak melanggar prosedur.
Modus
penggunaan kuitansi kosong pernah ditemukan BPK Perwakilan Jakarta yang
mengaudit pengelolaan dana BOS. Beberapa sekolah terbukti memanipulasi surat
perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.
Misalnya SDN 012 RSBI Rawamangun, ditemukan kuitansi percetakan soal ujian
sekolah di bengkel AC mobil. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata terbukti
menggunakan meterai yang belum berlaku. Total penyelewenangan dana BOS yang
ditemukan BPK Perwakilan Jakarta pada tujuh sekolah di DKI Jakarta tahun
2007-2009 sebesar Rp 5,7 miliar.
Menurut
peneliti ICW, Febri Diansyah, secara nasional dengan sampel sekolah 3.237 buah
pada 33 provinsi ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28
miliar. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta dan terjadi
pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah yang diaudit. Data
kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia periode 2004-2009 berhasil menindak
33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS.
Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Dari berbagai kasus
penyimpangan dana BOS itu, sebanyak 33 saksi terdiri dari kepsek, kepala dinas
pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka.
- PEMBAHASAN
Pada tahun 2007, BPK RI telah menemukan adanya
penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada 2.054 sekolah dari
3.237 sampel sekolah yang diperiksa. Nilai penyimpangannya kurang lebih Rp 28,1
miliar. Bila dirata-ratakan, enam dari sepuluh sekolah melakukan penyimpangan
pengelolaan dana BOS pada tahun 2007 dengan rerata penyimpangan tercatat
sebesar Rp 13,6 juta. Faktor penyebab penyimpangan dana BOS di tingkat sekolah,
salah satu adalah rendahnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi warga
atas pengelolaannya. Demikian beberapa poin Koalisi Anti Korupsi Pendidikan
menyikapi kurangnya transparansi dana BOS.
Pada tahun 2009, masing-masing siswa SD mendapatkan Rp 397 ribu per siswa selama setahun sedangkan siswa SMP Rp 570 ribu per siswa setahun. Peruntukan dana BOS diserahkan dalam bentuk pembiayaan semua item kegiatan yang masuk dalam pembiayaan dana BOS, bukan diserahkan langsung berbentuk uang kepada siswa. Pencairannya dilakukan per triwulan dalam masa satu tahun berdasarkan data jumlah siswa.
Pada tahun 2009, masing-masing siswa SD mendapatkan Rp 397 ribu per siswa selama setahun sedangkan siswa SMP Rp 570 ribu per siswa setahun. Peruntukan dana BOS diserahkan dalam bentuk pembiayaan semua item kegiatan yang masuk dalam pembiayaan dana BOS, bukan diserahkan langsung berbentuk uang kepada siswa. Pencairannya dilakukan per triwulan dalam masa satu tahun berdasarkan data jumlah siswa.
Pada
tingkat sekolah, pengelolaan dana BOS tidak mengikuti panduan pengelolaan dana
BOS sebagaimana yang telah dibuat oleh Kemdiknas serta dikelola dengan manajemen
tertutup. Salah satu ketentuan Kemendiknas yang jarang dilakukan pihak sekolah
adalah penyusunan APBS kurang melibatkan partisipasi orang tua murid dan
kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) pada papan
pengumuman sekolah.
Dalam
prakteknya, partisipasi orangtua murid dalam pengawasan dana BOS karena
konsekuensi dapat berimbas pada keberlanjutan riwayat pendidikan murid. Bisa
saja murid terancam dikeluarkan dari sekolah atau sanksi terselubung lainnya
dari pihak sekolah akibat tindakan orangtua murid yang kritis terhadap tuntutan
transparansi pengelolaan dana BOS di sekolah. Bahkan guru-guru pun yang
bersikap kritis terhadap ketertutupan pengelolaan dana BOS dapat terancam
kenaikan pangkatnya.
Pada
dasarnya, dokumen APBS merupakan dokumen public yang harus diketahui
stakeholder pendidikan pada setiap sekolah, terutama orangtua murid. Apalagi
Komisi Informasi Pusat sudah memutuskan bahwa dokumen SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) dana BOS adalah dokumen terbuka. Artinya, apabila ada kebutuhan
informasi atau kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS, publik bisa mengajukan
permintaan untuk mengakses dokumen tersebut, sementara pihak sekolah
berkewajiban membuka dokumen tersebut. Apabila pihak sekolah mengabaikannya,
maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Keputusan
Komisi Informasi tentang dokumen BOS merupakan faktor pendorong menuju
transparansi pengelolaan dana BOS. Implikasinya, dapat pula mendorong
partisipasi orang tua murid lebih besar guna mengawasi pengelolaan dana BOS.
Putusan KIP dapat menjadi landasan hukum bagi orang tua murid untuk menelusuri
apabila ada kejanggalan dalam pengelolaan seluruh dana BOS yang merupakan dana
publik di sekolah. Dilain pihak, dengan adanya putusan KIP, Kemdiknas diharapkan
dapat terus memperbaiki kebijakan dan mekanisme pengelolaan dana BOS terutama
terkait dalam aspek transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi warga dan
orang tua murid dalam pengelolaan dana BOS.
Pasca
putusan KIP tentang dokumen BOS, Kemendiknas berkewajiban melakukan revisi
Permendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Selama
ini, kewenangan komite sekolah hanya pada penandatanganan laporan keuangan
sekolah sebagai syarat dalam pencairan dana BOS setiap triwulan. Point penting
dalam revisi itu adalah pemberian akses publik dan orang tua murid pada seluruh
dokumen sekolah, terutama terkait dengan pengelolaan dana BOS. Komite Sekolah
harus diberi kewenangan dan pengaruh dalam penetapan kebijakan strategis
sekolah. Kemdiknas juga harus memasukkan putusan KIP terutama pada BAB VIII
tentang Pengawasan, Pemeriksaan, dan Sanksi terutama pada Bagian A poin 5
tentang Pengawasan Masyarakat.
Putusan
KIP dapat menjadi solusi kebijakan terhadap tuntutan transparansi dan
partisipasi dalam pengelolaan dana BOS. Putusan KIP dapat mengatasi kendala
transparansi dana BOS yang selama ini secara mutlak dalam kendali kepala
sekolah dan kepala dinas pendidikan setempat. Kondisi tersebut juga berpengaruh
pada terbukanya partisipasi orangtua murid pada keterlibatan pengambilan
keputusan strategis pada tingkat sekolah, bukan sebatas urusan pembayaran uang
sekolah.
- PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pengelolaan
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilaksanakan di sekolah dasar
menunjukkan kondisi sangat baik dilihat dari indikator-indikator, mekanisme
penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mekanisme pengambilan Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan mekanisme penggunaan Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), serta pertanggung jawaban. Pengelolaan Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan sekolah telah dilaksanakan dengan
baik. Dengan demikian manajemen keuangan sekolah yang merupakan rangkaian
aktifitas mengatur keuangan sekolah mlai dari perencanaan, pembukuan,
pembelajaan, pengawasan dan pertanggungjawaba keuangan sekolah telah dikelola
dengan sangat baik.
b. Prestasi
belajar di sekolah dasar menunjukkan kondisi baik dilihat dari indicator
prestasi akademik dan non akademik yang menunjukkan kondisi baik.
c. Besarnya
pengaruh pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap prestasi
belajar siswa pada sekolah dasar
ditunjukkan dengan adanya pengaruh pengelolaan Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), yang terdiri dari indicator mekanisme penyaluran Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), mekanisme pengambilan Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), dan mekanisme penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
serta pertanggung jawaban memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi
belajar siswa yang meliputi indicator prestasi akademik, dan prestasi non
akademik.
d. Dengan
adanya keterlambatan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBD
ke sekolah-sekolah yang terjadi pada saat ini, maka diharapkan untuk tahun yang
akan datang untuk bias direalisasikan sesuai dengan waktunya agar
sekolah-sekolah tidak mengalami keterlambatan dalam penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
2. Rekomendasi
Beberapa
rekomendasi yang penulis berikan berkaitan dengan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) terhadap prestasi belajar siswa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
a.
Indikator
pertanggung jawaban sekolah memiliki skor rata-rata terendah di bandingkan
dengan skor rata-rata indicator lainnya yang dijadikan ukuran dalam variable
pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan hal tersebut
saran yang dapat dikemukakan adalah : hendaknya pertanggung jawaban sekolah
terhadap pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat ditingkatkan
lagi, terutama dari segi keterbukaan pengelolaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dengan orang tua siswa, serta sekolah harus mampu memfasilitasi
setiap saran dan kritik yang muncul dari orang tua siswa. Dengan lebih focus
pada point tersebut diharapkan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dapat berjalan lebih efektif lagi.
b.
Indokator
prestasi akademik memiliki skor rata-rata terendah dibandingkan dengan skor
rata-rata indikator lainnya yang dijadikan ukuran dalam variable prestasi
belajar.
Berdasarkan hal
tersebut maka saran yang dapat dikemukakan adalah : diharapkan guru
lebih kreatif lagi dalam membuat media
pembelajaran, sehingga siswa lebih tertarik lebih focus dan tidak cepat jenuh,
selain itu dengan penggunaan media, materi akan lebih mudah dipahami siswa.
Kemudian, semua pihak sekolah harus saling bekerjasama dalam menciptakan
suasana lingkungan belajar yang kondusif (tersedianya fasilitas pembelajaran
yang lengkap, kualitas guru yang baik, lingkungan belajar yang nyaman).
Sehinggan dengan keberadaan semua factor tersebut diharapkan siswa dapat lebih
focus dalam belajar serta termotofasi untuk berprestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar